Selasa, 02 Februari 2010

PASAR




Tulisan ini diambil dari BONGKAR-BONGKAR GUDANG TULISAN ku tahun 2003 yll (tulisan ASLInya )yang pernah dimuat di HARIAN SURABAYA NEWS, Rabu, 30 April 2003 (dengan ada edit dari redaksi)
PASAR WONOKROMO sekarang sudah selesai dibangun, dengan dua nama. Sisi /Facade yang menghadap ke barat (arah Raya Darmo) diberi nama DTC atau Darmo Trade Center, sedang yang menghadap kearah timur dinamakan PASAR WONOKROMO
(gambar diambil dari google)

Siapa tahu bisa jadi INSPIRASI untuk Pembangunan Pasar MODERN TRADISIONAL(?) di Negeri Tercinta ini....

ARSITEKTUR, JATIDIRI KOTA SURABAYA DAN PENANTIAN HASIL AKHIR PEMBANGUNAN PASAR WONOKROMO

Sungguh ironis memang. Pasar Wonokromo yang menjadi kebanggaan dan identitas para pedagang dan warga Surabaya khususnya akan berganti rupa dan berganti nama dalam waktu tidak lama lagi. Apabila pasar Wonokromo yang baru nanti tidak sedikitpun menyisakan warisan masa lalunya, entah dari ujud bangunannya, nama, atau suasananya, maka orang-orang luar kota Surabaya khususnya, yang sering belanja atau berbisnis dipasar Wonokromo yang dulu, dan kebetulan sudah lama tidak kepasar Wonokromo, dan yang kebetulan pula tidak mengetahui perkembangan terakhir tentang pasar Wonokromo tentu akan kaget, apabila datang lagi kelokasi yang sama. Mereka akan mencari-cari dimana pasar itu? Jangan-jangan mereka salah jalan? Tersesatkah? Setelah tanya kesana-kemari dan mengetahui bahwa mereka tidak tersesat, maka mungkin sebagian dari mereka ada yang haru karena bangunan yang sudah lebih dari setengah abad berdiri itu harus lenyap begitu saja, digantikan dengan yang sama sekali baru. Ya baru bangunannya ya baru pula namanya. Sedikitpun tidak menyisakan sejarah masa lalunya.
Sebagaimana halnya andaikata sebut saja di Yogyakarta,. Tidak bisa dibayangkan apabila Pasar Beringharjo, hilang Beringharjonya, dan kekhasan bentuk bangunan gerbang (tetenger) yang menghadap kearah Malioboro. Demikian pula Pasar Klewer di Surakarta hilang klewernya. Pasar Turi hilang Turinya?
Pembangunan disegala bidang, pada dasarnya baik. Sejauh pembangunan tersebut tidak sekedarnya, tidak main hantam kromo, tanpa konsep yang matang. Pembangunan haruslah melalui suatu perencanaan dan perancangan yang matang. Untuk mencapai hasil yang baik, yang lebih baik dari yang sudah ada harus melalui pemikiran yang integrated, menyeluruh, tidak sepotong-sepotong. Proses yang dilaluinyapun tidak bisa tergesa-gesa. Sekarang sudah bukan jamannya lagi pengambil keputusan semena-mena dan memaksakan keinginan ataupun kehendak pribadinya. Apalagi yang menyangkut kepentingan masyarakat dan orang banyak. Diperlukan kajian yang matang.
Profesor doktor Eko Budiharjo arsitek, yang pengajar yang senantiasa konsern terhadap perkembangan Arsitektur khususnya Arsitektur di Indonesia, didalam salah satu bukunya menuliskan :”Kekhasan lokal dalam tata cara hidup, perilaku,kebiasaan dan adat istiadat yang telah menciptakan jati diri masyarakat setempat harus menjadi landasan utama dalam perencanaan. Tidak boleh dikendalikan dengan instruksi secara paksa dan pukul rata, karena dengan demikian jiwa dan semangat suatu tempat (genius loci) akan sirna.”
Pembangunan yang mengkaitkan pada bidang-bidang arsitektur, seperti juga pasar Wonokromo ini, proses perencanaanyapun diperlukan forum dwicakap atau bahkan multicakap yang meluas sekaligus mendalam dengan berbagai pihak seperti yang dikatakan Christopher Jones dalam bukunya Essays in Design : “Architecture is becoming not just visual but social, thermal, temporal, historical, culture…..” Setiap perancangan arsitektur merupakan proses kreatif, yang hasil akhirnya tidak dapat ditebak terlebih dahulu. Fungsi bangunan bisa sama, tetapi tatanan, bentuk atau rupa bangunan bisa berbeda. Masukan yang diserap, antara lain tentang fungsi, letak, manusia yang akan menempati, yang akan beraktifitas didalam maupun dilingkungan bangunanlah yang menentukan keluarannya yang spesifik. Pendapat ini selaras dengan apa yang ditulis Bruce Allsopp didalam bukunya A Modern Theory of Architecture. “Architecture must vary from place to place and people to people….. There is no one way to design”.
Data, masukan-masukan dari user utamanya, yang dalam kasus pasar Wonokromo ini meliputi pedagang, pengunjung, dan pemerhati lingkungan seperti ahli-ahli sejarah/pakar arsitektur khususnya yang tahu seluk beluk dan sejarah pasar Wonokromo itu sendiri dan pihak-pihak lain yang terkait sangatlah diperlukan diawal-awal proses perencanaan. Jangan sampai model-model atau cara-cara lama diterapkan lagi yakni rakyat bawah tinggal menerima drop-dropan barang jadi yang dalam hal ini bangunan yang sudah jadi, yang kalau tidak sesuai akan menjadikan masalah yang tidak berkesudahan. Semuanya harus dikembalikan pada proporsinya, pada tujuannya. Untuk siapakah, dan untuk apakah bangunan ini diadakan? Jangan jadikan “the city of tomorrow” (kota masa depan) di Indonesia, khususnya di Surabaya menjadi “the city of sorrow”.(kota kesedihan). Jangan jadikan kota metropolis menjadi kota miseropolis, atau kota yang penuh kesengsaraan.
Melihat kondisinya yang kumuh , dan dipadukan dengan situasi kota saat ini yang semakin crowded (berjubel), memang sudah selayaknya pasar Wonokromo dibenahi. Keinginan pemerintah kota Surabaya untuk segera membenahi memang cukup relevan. Hanya memang perlu dipilih pembenahan macam apakah yang sesuai untuk pasar Wonokromo yang sudah berusia lebih dari separo abad ini? Preservasikah? Revitalisasikah? Restorasikah? Karena perlu diingat. bahwa Surabaya jangan sampai kehilangan bangunan kuno yang berarti kehilangan warisan sejarah yang sangat berharga, khususnya bagi generasi mendatang. Eko Budiharjo,dalam seminarnya beberapa tahun yang lalu pernah mengingatkan dengan menyitir pesan arif nenek moyang kita : “Yen wis kliwat separo abad jwa kongsi binabad”. Yang artinya : bangunan yang berumur lebih dari separo abad (50 tahun), jangan sampai dibongkar begitu saja. Nilai-nilai sejarahnya hendaknya tetap dilestarikan. Pesan ini tentunya perlu diperhatikan, mengingat pasar Wonokromo sendiri sudah berusia lebih dari 50 (lima puluh) tahun.
Teknis lebih mudah dilaksanakan, dan hasil akhir lebih akan berhasil apabila konsep, perencanaan sudah matang. Kalau masih memungkinkan beberapa bagian bangunan untuk dilestarikan, hendaknya konsep pembangunan pasar Wonokromo dikaji ulang, atau paling tidak hal-hal yang masih bisa di”tututi” atau direvisi untuk disempurnakan bisa disempurnakan. Juga untuk berbagai hal. Lebih baik merevisi/mematangkan konsep daripada bongkar pasang setelah bangunan jadi.
What is a name. Ada pendapat yang mengatakan nama tidaklah penting. Tetapi bagi orang Jawa khususnya, ternyata nama mempunyai arti tersendiri, Bahkan banyak yang mempercayai sebagai tuah, atau justru keberuntungan. Entah sekedar takhayul, entah sekedar pengaruh faktor psikhologis, secara ilmiah nampaknya belum pernah diteliti.
Tetapi dalam beberapa kasus yang pernah penulis amati, nama banyak berpengaruh bagi yang memilikinya. Beberapa penyanyi baik didalam negeri kita sendiri maupun diluar negeri, lebih berjaya dengan nama yang bukan nama aslinya. Banyak yang mengatakan (teman, dan tetangga penulis sendiri), merasa lebih selamat, lebih beruntung setelah namanya diganti/diubah sebagian.
Lalu…. Kenapa nama pasar Wonokromo yang sudah melegenda itu harus mengalami perubahan yang tak sedikitpun menyisakan nama aslinya? Sebut saja misalnya Tunjungan Plaza. Namanya masih menyisakan sejarah masa lalunya. Kenapa sebagai misal, pasar Wonokromo menjadi Wonokromo Trade Center.? Paling tidak, nama yang melegenda itu masih bisa dikenang, dan dijadikan cerita kepada anak cucu kita..Ironis memang…….. Mungkin kalau pasar Wonokromo bisa bicara dia akan mengatakan……… Teganya…teganya…. Padahal aku telah banyak memberikan jasa, penghidupan, perekonomian yang menguntungkan bagi anak bangsa dinegeri ini………..


Surabaya, 27 April 2003,
Uniek Wardhono, Sarjana Teknik Arsitektur UGM
Staff Pengajar disalah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya

1 komentar:

Unknown mengatakan...

informasi yang sangat membantu buat referensi tugas akhir perancangan kembali pasar tradisional Lawang, kab. Malang